Home / Ekonomi / 5 Langkah BGN Cegah Keracunan MBG: Wajib Pakai Air Galon Bersertifikat!

5 Langkah BGN Cegah Keracunan MBG: Wajib Pakai Air Galon Bersertifikat!

BGN

MonetaPost – Badan Gizi Nasional (BGN) mewajibkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menggunakan air galon bersertifikat untuk mencegah keracunan makanan. Simak 5 langkah pencegahan lengkap yang diterapkan BGN di seluruh daerah Indonesia

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu program unggulan pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama di daerah terpencil dan sekolah dengan akses pangan terbatas. Namun, dalam pelaksanaannya, program ini sempat menghadapi tantangan serius berupa kasus keracunan MBG di beberapa daerah.

Kasus tersebut langsung memicu perhatian dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang kini bertanggung jawab dalam pengawasan mutu dan keamanan makanan program MBG. Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa sebagian besar insiden itu bukan disebabkan oleh bahan makanan utama seperti nasi, lauk, atau sayuran, melainkan oleh kualitas air dan sanitasi dapur yang tidak layak.

Karena itu, BGN kini menetapkan kebijakan baru yang lebih ketat untuk cegah keracunan MBG melalui pengawasan bahan baku, air bersih, serta standar kebersihan dapur di seluruh SPPG (Sentra Produksi Pangan Gizi).

Alasan BGN Wajibkan Air Galon Bersertifikat

Dalam keterangannya pada Senin (20/10), Dadan Hindayana menegaskan bahwa mulai sekarang seluruh proses memasak MBG wajib menggunakan air bersertifikat atau air galon isi ulang yang sudah lolos uji laboratorium.

“Karena wilayah Indonesia sangat luas, banyak gangguan pencernaan berasal dari air. Jadi, makanan bergizi harus dimasak dengan air bersertifikat,” ujar Dadan, seperti dikutip dari Detik Finance.

Menurut BGN, penggunaan air yang aman adalah fondasi utama dalam mencegah penyakit pencernaan seperti diare, muntaber, dan infeksi saluran cerna yang sering muncul setelah anak-anak mengonsumsi makanan dari dapur MBG.

Langkah cegah keracunan MBG melalui air galon bersertifikat juga diharapkan menjadi standar baru bagi semua penyedia makanan di bawah naungan pemerintah daerah.

Sterilisasi Food Tray dan Batas Penerima MBG

Selain air, faktor penting lain yang menjadi sorotan adalah kebersihan wadah makan atau food tray yang digunakan untuk mendistribusikan makanan.
BGN kini mewajibkan setiap SPPG melakukan sterilisasi food tray setelah digunakan. Proses ini dilakukan melalui pencucian dengan sabun khusus makanan dan pengeringan pada suhu tertentu agar wadah benar-benar steril sebelum digunakan kembali.

Kepala BGN juga menambahkan bahwa jumlah penerima MBG per SPPG dibatasi maksimal 2.500 orang, dengan pengecualian hingga 3.000 jika SPPG memiliki tenaga ahli masak bersertifikat.

“Kita tetapkan penerima manfaat di 2.000–2.500 dan boleh dilanjutkan sampai 3.000 kalau di SPPG itu ada ahli masak bersertifikat,” jelas Dadan.

Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan kontrol kualitas makanan dan memastikan setiap porsi MBG yang dikirim ke sekolah tetap higienis dan aman dikonsumsi.

Pendampingan Juru Masak Profesional dan Rapid Test Bahan Pangan

Langkah berikutnya dari BGN dalam upaya cegah keracunan MBG adalah dengan mewajibkan pendampingan juru masak profesional di setiap dapur baru MBG selama minimal lima hari pertama operasional.

Selain itu, semua SPPG kini dibekali dengan alat rapid test bahan pangan untuk mendeteksi bahan makanan yang sudah terkontaminasi atau tidak layak konsumsi sebelum diolah.

Rapid test digunakan dalam dua tahap penting:

  1. Sebelum pengolahan – untuk memeriksa bahan mentah seperti daging, sayur, dan air.
  2. Setelah distribusi – untuk menguji kembali makanan yang sudah disajikan ke sekolah-sekolah.

Dengan penerapan uji cepat ini, BGN berharap setiap tahapan distribusi MBG bisa lebih aman dan dapat dilacak bila terjadi dugaan keracunan di lapangan.

Langkah ini juga menjadi contoh nyata implementasi manajemen keamanan pangan terpadu seperti yang diterapkan di negara maju.

Pelajaran dari Jepang dalam Program MBG

Dalam paparannya, Dadan Hindayana menyebut bahwa Jepang adalah negara yang paling sukses menjalankan program makan bergizi nasional. Negara tersebut sudah memiliki sistem MBG selama lebih dari 100 tahun, dan tetap berjalan dengan tingkat insiden keracunan yang sangat rendah.

“Dari pengalaman Jepang, 90 persen gangguan pencernaan bukan karena cara memasak, tetapi karena kualitas bahan baku yang kurang baik,” ungkap Dadan.

Oleh karena itu, BGN kini mengadaptasi standar Jepang dalam hal pengawasan bahan baku, sanitasi dapur, dan edukasi tenaga masak. Indonesia juga berencana mengembangkan sertifikasi keamanan pangan nasional yang wajib dimiliki setiap pengelola MBG di masa depan.

Edukasi dan Peran Daerah dalam Pengawasan MBG

Selain kebijakan pusat, pemerintah daerah (Pemda) juga memiliki peran penting dalam memastikan keberhasilan strategi cegah keracunan MBG.
Setiap Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan daerah kini diwajibkan melakukan audit sanitasi berkala di dapur MBG dan memberikan pelatihan dasar keamanan pangan bagi petugas masak.

Program edukasi masyarakat juga terus digalakkan agar sekolah dan orang tua memahami pentingnya kebersihan air, peralatan masak, serta penyimpanan bahan makanan.

Dengan kolaborasi lintas instansi ini, BGN berharap tidak ada lagi kasus keracunan massal akibat makanan MBG di masa depan.

Cegah Keracunan MBG Jadi Prioritas Nasional

Langkah-langkah BGN cegah keracunan MBG — mulai dari penggunaan air galon bersertifikat, sterilisasi wadah, rapid test bahan pangan, hingga pendampingan tenaga profesional — menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menjaga keamanan pangan anak-anak Indonesia.

Program ini diharapkan tidak hanya menekan angka keracunan makanan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap MBG sebagai simbol keberpihakan negara pada generasi muda yang sehat dan cerdas.

Tagged:

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *