Home / Ekonomi / Dampak Dahsyat Kebijakan Rp200 Triliun Purbaya BI, OJK, dan Bank Asing Buka Suara

Dampak Dahsyat Kebijakan Rp200 Triliun Purbaya BI, OJK, dan Bank Asing Buka Suara

kebijakan

Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun Purbaya mulai menunjukkan efeknya. BI, OJK, dan bank asing membeberkan dampak besar terhadap likuiditas dan kredit perbankan nasional.

MonetaPost – Kebijakan Penempatan Dana Rp200 Triliun Purbaya menjadi langkah strategis Kementerian Keuangan dalam memperkuat likuiditas perbankan nasional. Melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan dana sebesar Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah ke lima bank pelat merah, yaitu BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI.

Tujuan utama kebijakan ini adalah meningkatkan sirkulasi uang di sistem keuangan, menstimulasi penyaluran kredit, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan global. Purbaya menegaskan bahwa dana tersebut diharapkan mampu menekan biaya dana (cost of fund) bank agar suku bunga pinjaman turun dan penyaluran kredit lebih agresif, terutama ke sektor produktif seperti UMKM, industri, dan perdagangan.

Langkah ini juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah ingin mengoptimalkan dana menganggur di Bank Indonesia agar lebih produktif bagi perekonomian nasional.

Dampak ke Likuiditas dan Uang Beredar

Menurut Bank Indonesia (BI), kebijakan penempatan dana Rp200 triliun Purbaya langsung berdampak pada meningkatnya likuiditas perekonomian sejak September 2025. Berdasarkan data BI, uang primer (M0) tumbuh 18,58% year-on-year (yoy), sementara uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat hingga 7,59% yoy.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa langkah Purbaya sejalan dengan kebijakan moneter longgar yang dijalankan BI sejak 2024.

“Kebijakan moneter longgar dan penempatan dana SAL pemerintah di perbankan mendorong kenaikan jumlah uang beredar,” ujarnya.

Kenaikan M0 dan M2 ini menunjukkan bahwa sistem keuangan memiliki likuiditas yang cukup untuk menopang aktivitas ekonomi. Namun, Perry menekankan bahwa efek riil terhadap penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi membutuhkan waktu agar terlihat secara signifikan.

Respons BI terhadap Kebijakan Purbaya

BI mencatat adanya efek positif dari kebijakan penempatan dana Rp200 triliun Purbaya terhadap stabilitas sistem keuangan. Namun, Perry menyoroti bahwa penurunan suku bunga kredit belum berjalan secepat yang diharapkan pemerintah.

Sejak awal tahun, BI Rate telah turun 150 basis poin (bps), namun suku bunga deposito hanya turun 29 bps menjadi 4,52%. Penurunan suku bunga kredit bahkan lebih lambat, hanya sekitar 15 bps, dari 9,20% menjadi 9,05% pada September 2025.

Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan kredit baru naik tipis ke 7,70% yoy, meski meningkat dari 7,56% pada bulan sebelumnya.
Menurut BI, pelaku usaha masih cenderung wait and see, sementara sebagian korporasi lebih memilih pembiayaan internal dibanding mengambil pinjaman bank.

Selain itu, undisbursed loan atau fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih cukup besar, mencapai Rp2.374,8 triliun atau 22,54% dari total plafon kredit. Sebagian besar terdapat di sektor perdagangan, industri, dan pertambangan.

Pandangan OJK soal Penyaluran Kredit

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menilai kebijakan ini memberikan efek positif meski belum merata.
Menurutnya, tingkat penyaluran dana dari hasil kebijakan Purbaya berbeda-beda antarbank pelat merah.

“Ada yang sudah mendekati 70%, ada yang di kisaran 50%, dan ada juga yang masih di bawah 30%,” ujarnya.

Mahendra menjelaskan bahwa OJK telah melaporkan perkembangan penyaluran kredit tersebut kepada Kementerian Keuangan sesuai permintaan Purbaya. Ia menekankan bahwa kebijakan ini memang tidak berdampak instan, namun secara bertahap meningkatkan pertumbuhan kredit di bank-bank Himbara.

“Dengan kebijakan ini, pertumbuhan kredit di bank Himbara menunjukkan peningkatan dibanding sebelum ada dana SAL,” tambah Mahendra.

OJK juga berharap agar bank memperluas penyaluran kredit ke sektor produktif, bukan hanya konsumtif, untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.

Tanggapan Bank Asing seperti HSBC

Dari sisi perbankan internasional, HSBC Indonesia menilai kebijakan Penempatan Dana Rp200 Triliun Purbaya merupakan langkah positif untuk memperkuat sistem likuiditas nasional. Namun, dampaknya terhadap sektor riil tidak bisa langsung terasa.

Direktur Wealth and Premier Banking HSBC Indonesia, Lanny Hendra, menyatakan:

“Kita perlu waktu untuk melihat hasil konkret dari kebijakan ini. Tidak ada yang instan, perlu waktu untuk melihat progresnya.”

Ia juga mengungkapkan bahwa stabilitas dana nasabah tetap terjaga, dan tidak ada fluktuasi besar pada saldo giro maupun deposito pasca kebijakan tersebut.
HSBC menilai langkah pemerintah ini bisa memperkuat ekosistem keuangan, terutama bila diikuti peningkatan permintaan kredit dari sektor swasta.

Proyeksi dan Harapan Menkeu Purbaya

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyebut bahwa dampak penuh kebijakan penempatan dana Rp200 triliun baru akan terlihat pada kuartal IV-2025.
Ia memperkirakan pertumbuhan kredit nasional bisa menembus dua digit menjelang akhir tahun, seiring meningkatnya aktivitas ekonomi.

“Mungkin September belum full impact. Tapi Oktober, November, dan Desember kita akan lihat hasil nyatanya,” ujar Purbaya.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah siap menambah alokasi dana di sistem keuangan jika dampaknya masih kurang optimal.

“Kalau kurang, kita tambah lagi uang di sistem,” tegasnya.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi fiskal ekspansif untuk memperkuat perekonomian, mendorong investasi, dan menciptakan lapangan kerja baru.

Kebijakan Penempatan Dana Rp200 Triliun Purbaya telah menunjukkan hasil awal yang positif terhadap likuiditas dan uang beredar di perekonomian.
Meskipun efek terhadap penyaluran kredit belum sepenuhnya optimal, BI, OJK, dan bank asing sepakat bahwa dampak penuh kebijakan ini baru akan terlihat di akhir 2025.

Dengan koordinasi yang kuat antar lembaga — BI, OJK, dan Kemenkeu — diharapkan kebijakan ini dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional, menurunkan suku bunga pinjaman, serta meningkatkan daya dorong sektor riil menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tagged:

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *