Home / Ekonomi / Prabowo Siap Tanggung Utang Whoosh 2025 – Sinyal Politik dan Dampak Ekonomi Nyata

Prabowo Siap Tanggung Utang Whoosh 2025 – Sinyal Politik dan Dampak Ekonomi Nyata

Whoosh

Presiden Prabowo Subianto menegaskan siap bertanggung jawab atas utang Whoosh, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Ekonom menilai ini sinyal politik penting untuk menjaga stabilitas fiskal dan kepercayaan pasar.

MonetaPost – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa dirinya siap bertanggung jawab atas seluruh utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau dikenal sebagai Whoosh.
Dalam kunjungannya ke Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/11), Prabowo menyampaikan pesan kuat tentang komitmen pemerintah terhadap proyek strategis nasional tersebut.

“Enggak usah khawatir, apa itu ribut-ribut Whoosh? Saya sudah pelajari masalahnya, tidak ada masalah. Saya tanggung jawab nanti Whoosh itu semuanya! Indonesia bukan negara sembarangan,” tegas Prabowo.

Menurutnya, sumber pembiayaan proyek berasal dari uang rakyat, pajak, dan kekayaan negara yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Prabowo menekankan pentingnya pencegahan kebocoran, penyelewengan, dan korupsi agar setiap rupiah benar-benar kembali untuk pelayanan publik.

Makna Politik dan Fiskal Pernyataan Prabowo

Ucapan Prabowo dianggap bukan hanya bentuk tanggung jawab pribadi, melainkan juga sinyal politik untuk menenangkan publik dan pasar keuangan.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menyebut pernyataan tersebut merupakan strategi untuk menjaga persepsi stabilitas fiskal di mata investor.

“Dalam konteks teknokratis, ini bukan komitmen fiskal langsung, tetapi sinyal politik bahwa pemerintah tidak akan membiarkan proyek strategis nasional menjadi simbol kegagalan BUMN,” jelas Rizal.

Dengan kata lain, pernyataan Prabowo menegaskan bahwa utang Whoosh akan dikelola secara terkendali, tanpa langsung membebani APBN.
Namun, sinyal bahwa negara siap menanggungnya juga dimaksudkan agar pasar tidak meragukan kemampuan fiskal dan kredibilitas pemerintah.

Pandangan Ekonom INDEF dan Core Indonesia

Rizal menilai pembayaran cicilan utang Whoosh menggunakan APBN hanya dapat dibenarkan dalam situasi darurat, misalnya untuk mencegah default atau menjaga sovereign rating Indonesia.
Namun, langkah tersebut mengandung risiko tinggi karena berpotensi mempersempit ruang belanja publik dan menaikkan rasio utang terhadap PDB.

“Jika APBN digunakan tanpa reformulasi model bisnis proyek, maka risiko privat terserap menjadi risiko publik. Ini bentuk klasik dari fiscal capture,” ujar Rizal.

Sementara itu, Yusuf Rendy Manilet, ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menilai pernyataan Prabowo lebih merupakan komitmen moral dan politik.
Menurutnya, Prabowo ingin memberi kepastian bahwa proyek besar tidak akan mangkrak atau gagal bayar.

“Pernyataan ini belum tentu berarti APBN langsung digunakan, melainkan pesan bahwa pemerintah siap mencari solusi agar persoalan tidak berlarut,” kata Yusuf.

Risiko Fiskal dan Moral Hazard

Para ekonom menyoroti potensi moral hazard jika utang Whoosh sepenuhnya ditanggung negara.
Hal ini bisa menciptakan preseden berbahaya bagi proyek BUMN lainnya, di mana setiap kerugian dianggap bisa diselamatkan dengan dana publik.

Yusuf mengingatkan, jika intervensi APBN dilakukan tanpa batas, risiko kontinjensi dapat meningkat—beban yang awalnya tampak kecil bisa berkembang menjadi kewajiban besar bagi negara.

Selain itu, ruang fiskal untuk sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar akan menyempit.
Karena itu, penggunaan APBN sebaiknya menjadi opsi terakhir setelah upaya restrukturisasi dan optimalisasi pendanaan internal ditempuh.

Solusi: Restrukturisasi dan Pendanaan Alternatif

Menurut Yusuf, opsi paling realistis adalah kombinasi dari berbagai langkah berikut:

  1. Restrukturisasi tenor dan bunga utang untuk meringankan beban cicilan jangka pendek.
  2. Pemanfaatan dividen BUMN dan kontribusi Danantara, selaku entitas pengelola kepemilikan pemerintah di proyek KCJB.
  3. Dukungan APBN terbatas, hanya bila diperlukan dan dengan syarat ketat serta jangka waktu yang jelas.

Peneliti NEXT Indonesia, Herry Gunawan, juga menekankan pentingnya membentuk satuan tugas (Satgas) khusus Whoosh guna menyelesaikan persoalan utang dan operasional proyek.
Ia menilai peran Danantara tetap sentral dalam mengelola aspek keuangan, sedangkan pemerintah dapat bertindak sebagai penjamin melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) berdasarkan PMK Tahun 2023.

“Sebaiknya soal keuangan Whoosh tetap ditangani Danantara. Pemerintah cukup sebagai penjamin,” ujar Herry.

Antara Komitmen Moral dan Tantangan Fiskal

Pernyataan Prabowo Subianto mengenai kesiapannya menanggung utang Whoosh merupakan sinyal politik dan moral untuk menunjukkan tanggung jawab negara atas proyek strategis nasional.
Namun, para ekonom sepakat bahwa pelaksanaannya harus hati-hati agar tidak membebani keuangan publik secara berlebihan.

Pendekatan yang ideal adalah menyeimbangkan antara dukungan fiskal terbatas, restrukturisasi bisnis BUMN, dan transparansi pengelolaan proyek.
Dengan demikian, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dapat tetap berjalan, kredibilitas fiskal terjaga, dan kepentingan rakyat tidak dikorbankan.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *