The Fed pangkas suku bunga 25 basis poin pada Oktober 2025. Pasar menunggu isyarat dari Jerome Powell soal arah kebijakan selanjutnya dan akhir program QT.
MonetaPost – The Fed pangkas suku bunga lagi pada Rabu (30/10/2025), langkah yang sudah lama diantisipasi oleh pelaku pasar global. Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, membawa kisaran suku bunga dana federal menjadi 4%–4,25%.
Pemangkasan ini dilakukan untuk merespons tanda-tanda pelemahan ekonomi Amerika Serikat, terutama di sektor tenaga kerja. Pasar menilai keputusan ini hampir 100 persen pasti, namun fokus utama kini bergeser pada kapan pemangkasan berikutnya akan dilakukan dan bagaimana The Fed akan mengakhiri program pengurangan aset (quantitative tightening/QT).
“Sekarang ada perbedaan pandangan yang nyata di internal The Fed,” ujar Bill English, profesor Yale dan mantan Direktur Urusan Moneter The Fed, dikutip dari CNBC.
Perbedaan Pandangan di Internal The Fed
Rapat FOMC kali ini menunjukkan perpecahan pendapat yang semakin jelas di antara pejabat The Fed.
Stephen Miran, gubernur baru, mendorong pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 basis poin. Sebaliknya, Beth Hammack dari Cleveland, Lorie Logan dari Dallas, dan Jeffrey Schmid dari St. Louis menilai bahwa langkah hati-hati lebih tepat di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pada pertemuan sebelumnya, Miran menjadi satu-satunya anggota yang menolak pemotongan 25 basis poin karena ingin pengurangan yang lebih besar.
Sementara itu, Ketua Jerome Powell diperkirakan tetap berada di posisi tengah, berupaya menjaga keseimbangan antara risiko inflasi dan pelemahan pasar tenaga kerja.
“Powell tidak ingin terlalu dovish atau hawkish di saat yang sama,” jelas English. “Dia akan menunggu lebih banyak data sebelum memberi sinyal pemangkasan berikutnya.”
Kekhawatiran Pasar Kerja dan Minimnya Data
Kelemahan pasar tenaga kerja menjadi alasan utama The Fed pangkas suku bunga pada Oktober 2025. Data menunjukkan peningkatan klaim pengangguran di sejumlah negara bagian, sementara penutupan sebagian pemerintahan AS membuat data ekonomi nasional terbatas.
Menurut Luke Tilley, Kepala Ekonom Wilmington Trust, The Fed kemungkinan akan melanjutkan serangkaian pemangkasan bertahap untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang melemah.
“Kami melihat pemangkasan 25 bps pada Oktober, lalu Desember, Januari, Maret, dan April,” kata Tilley.
“Target netral bisa berada di 2,75%–3% lebih cepat dari perkiraan semula tahun 2027.”
Namun, inflasi AS masih bertahan di sekitar 3% pada September 2025, di atas target 2%. Ini menunjukkan dilema klasik bagi The Fed: menjaga stabilitas harga sekaligus mendukung penciptaan lapangan kerja.
Ketiadaan data resmi juga membuat pengambilan keputusan menjadi lebih sulit, karena kebijakan moneter membutuhkan landasan data yang kuat dan akurat.
Arah Kebijakan dan Akhir Pengetatan Likuiditas (QT)
Selain suku bunga, perhatian pasar kini tertuju pada rencana akhir dari Quantitative Tightening (QT).
Saat ini, neraca The Fed mencapai USD 6,6 triliun, setara dengan sekitar Rp 108.900 triliun (kurs Rp 16.500 per dolar AS).
Powell sebelumnya menyatakan bahwa waktu untuk mengakhiri QT “semakin dekat.” Beberapa indikator di pasar uang jangka pendek menunjukkan tanda-tanda pengetatan likuiditas, yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan jika dibiarkan berlarut-larut.
“Ada tanda-tanda likuiditas mengetat. Saya memperkirakan pengumuman besar akan muncul,” ujar Tilley kepada Reuters.
Langkah ini bisa memengaruhi arus modal global, pergerakan rupiah, hingga harga obligasi di negara berkembang. Pasar menilai, sinyal apa pun dari Powell mengenai arah QT akan menjadi petunjuk penting bagi strategi investasi global.
Dampak Global dan Prospek Ke Depan
Keputusan The Fed pangkas suku bunga membawa efek luas di seluruh dunia.
- Pasar saham global cenderung menguat karena likuiditas meningkat.
- Harga emas dan komoditas berpotensi naik akibat pelemahan dolar AS.
- Mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, mendapat peluang menguat jangka pendek.
Namun, jika Powell memberi sinyal jeda pada Desember, volatilitas pasar bisa meningkat kembali. Pengalaman di tahun 2019 menunjukkan bahwa jeda kebijakan seringkali menimbulkan ketidakpastian arah pasar hingga muncul kejelasan baru dari data ekonomi.
Kondisi 2025 bisa meniru pola tersebut jika inflasi tetap tinggi dan pengangguran terus meningkat.
Sinyal Berhati-hati dari Powell
Secara keseluruhan, keputusan The Fed pangkas suku bunga pada Oktober 2025 menandai fase baru kebijakan moneter yang lebih longgar namun penuh kehati-hatian.
Ketua Jerome Powell menghadapi tantangan berat untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan pemulihan tenaga kerja, di tengah minimnya data dan ketidakpastian ekonomi global.
“Sulit membuat kebijakan untuk mencapai dua tujuan — tenaga kerja maksimal dan stabilitas harga — jika data tidak lengkap,” ujar Tilley menutup pernyataannya.
Kebijakan The Fed kali ini akan menjadi ujian besar bagi ekonomi Amerika Serikat, sekaligus indikator penting bagi arah pasar global menjelang akhir 2025.






