Pemerintah resmi mewajibkan marketplace seperti Tokopedia dan Shopee memungut PPh 22 dari pedagang online. Simak siapa saja yang dikenai pajak, pengecualiannya, dan ketentuan omzet Rp500 juta per tahun.
MonetaPost – Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menggulirkan langkah strategis dalam upaya memperkuat penerimaan negara dari sektor ekonomi digital. Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, Sri Mulyani secara resmi menunjuk marketplace sebagai pihak yang bertanggung jawab memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari pedagang yang berjualan melalui platform digital.
Aturan ini tidak hanya menyasar pelaku usaha besar, tapi juga mengatur klasifikasi berdasarkan skala omzet pedagang, dengan sistem verifikasi yang melibatkan surat pernyataan dan ambang batas tertentu. Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari modernisasi sistem perpajakan Indonesia yang terus menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi digital.
Marketplace Jadi Pemungut Pajak Resmi
Dalam regulasi baru tersebut, marketplace atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Bukalapak kini memiliki peran aktif sebagai pemungut PPh 22. Mereka diwajibkan menarik pajak dari penjual atau merchant yang menggunakan platform mereka, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 8 ayat (1) PMK tersebut.
Besaran pajak yang harus dipungut dari pedagang adalah 0,5% dari omzet bruto yang diperoleh selama satu tahun kalender. Besaran pungutan ini tidak termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).
Ketentuan Batas Omzet: Rp500 Juta Jadi Penentu
Pedagang online dengan omzet bruto tahunan di atas Rp500 juta akan dikenakan pajak berdasarkan skema ini. Namun, penentuan omzet tidak dilakukan secara otomatis. Pedagang harus menyampaikan surat pernyataan omzet kepada marketplace yang bersangkutan, dan dilakukan paling lambat akhir bulan saat omzet mereka melewati ambang batas tersebut.
Sementara itu, pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun akan dikecualikan dari kewajiban PPh 22 ini, tetapi tetap diwajibkan menyerahkan surat pernyataan kepada marketplace sebagai bukti legal bahwa pendapatan mereka berada di bawah batas yang dikenakan pajak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) huruf a.
Pengecualian Pajak: Dari Ojek Online Hingga Emas Batangan
Selain batas omzet, terdapat beberapa pengecualian penting dalam PMK ini yang wajib diperhatikan pelaku usaha digital:
-
Jasa Pengiriman atau Ekspedisi oleh Mitra Aplikasi Transportasi Online:
Pengemudi ojek online atau kurir yang bekerja sebagai mitra dari aplikasi seperti Gojek atau Grab tidak dikenakan PPh 22, selama hanya menjalankan fungsi pengantaran. -
Pedagang dengan Surat Keterangan Bebas (SKB):
Jika seorang pedagang menyertakan dokumen resmi berupa SKB pemotongan atau pemungutan PPh, maka marketplace tidak wajib menarik PPh 22 darinya. -
Penjualan Emas dan Batu Mulia:
Transaksi yang melibatkan emas perhiasan, emas batangan, atau perhiasan dari batu permata tidak termasuk objek pajak PPh 22, terutama bila dilakukan oleh produsen atau pedagang khusus emas. -
Transaksi Pulsa dan Kartu Perdana:
Penjualan pulsa, kuota internet, dan kartu SIM perdana juga tidak dikenakan pungutan pajak ini, mengingat skema perpajakannya sudah diatur lewat mekanisme lain. -
Transaksi Tanah dan Bangunan:
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk perjanjian jual beli, juga tidak tercakup dalam regulasi ini.
Efektif Mulai Juli 2025
Peraturan Menteri Keuangan ini ditandatangani pada 11 Juli 2025 dan mulai diberlakukan sejak 14 Juli 2025. Hal ini memberikan waktu adaptasi yang sangat singkat bagi pelaku usaha, marketplace, serta konsultan pajak untuk segera menyesuaikan sistem dan dokumentasi mereka.
Tujuan utama dari penerapan PMK ini adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak di sektor e-commerce, yang selama ini dikenal luas namun sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional.
Strategi Pemerintah Menyambut Ekonomi Digital
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas basis pajak dan menjawab tantangan ekspansi ekonomi digital yang semakin dominan di Indonesia. Marketplace sebagai aktor utama dalam ekosistem e-commerce kini diberi kewenangan sekaligus tanggung jawab sebagai perpanjangan tangan Ditjen Pajak.
Pemerintah berharap, mekanisme baru ini dapat menyederhanakan proses administrasi pajak, meningkatkan kepatuhan sukarela, serta memperluas kontribusi sektor informal ke dalam kerangka fiskal negara secara adil dan berkelanjutan.
Catatan Bagi Pelaku Usaha: Patuhi dan Siapkan Dokumen
Bagi para pedagang online, khususnya UMKM digital, sangat disarankan untuk segera:
-
Menilai dan menghitung omzet tahunan
-
Menyusun dan menyampaikan surat pernyataan omzet sesuai regulasi
-
Berkonsultasi dengan konsultan pajak untuk menghindari potensi kesalahan pemotongan
-
Menyiapkan data transaksi yang rapi agar proses pelaporan berjalan lancar
Dengan adanya PMK Nomor 37 Tahun 2025 ini, pemerintah telah memberikan sinyal kuat bahwa sektor digital bukan hanya peluang ekonomi, tapi juga komponen penting dalam sistem fiskal nasional. Bagi pelaku usaha, kepatuhan terhadap aturan ini adalah kunci untuk bertahan dan berkembang dalam ekosistem digital yang semakin teregulasi dan kompetitif.
One Comment