Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana menerapkan pemeriksaan fisik acak di jalur hijau impor. Kebijakan ini dinilai dapat memengaruhi dwelling time di pelabuhan, namun diyakini mampu meningkatkan kepatuhan importir dan efisiensi jangka panjang.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggodok kebijakan penting yang berpotensi mengubah pola logistik nasional. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencana untuk melakukan pemeriksaan fisik acak (random check) terhadap impor yang masuk melalui jalur hijau. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha, namun juga menimbulkan pertanyaan terkait dampaknya terhadap dwelling time di pelabuhan.
Jalur hijau selama ini dikenal sebagai jalur cepat, di mana barang impor berisiko rendah dapat langsung keluar setelah dokumen disetujui tanpa pemeriksaan fisik. Langkah Menkeu untuk menerapkan pemeriksaan acak dinilai bisa menjadi game changer bagi proses logistik Indonesia.
Dwelling Time Jadi Sorotan
Dwelling time merupakan indikator penting dalam mengukur efisiensi pelabuhan. Data Indonesia National Single Window (INSW) per Agustus 2025 mencatat dwelling time rata-rata pelabuhan Indonesia berada di 2,47 hari. Secara rinci:
-
Tanjung Priok: 2,29 hari
-
Belawan: 2,46 hari
-
Tanjung Perak: 2,73 hari
-
Makassar: 2,14 hari
-
Tanjung Emas (Semarang): 3,45 hari
Angka tersebut relatif membaik dibandingkan periode sebelum 2020, ketika dwelling time bisa mencapai lebih dari tiga hari. Namun, dengan adanya kebijakan pemeriksaan acak di jalur hijau, muncul kekhawatiran efisiensi ini bisa tertekan.
LNSW: Ada Dampak, Tapi Bisa Terkendali
Direktur Pengelolaan Layanan Data dan Kemitraan LNSW Kemenkeu, Indra Adiwijaya, mengakui kebijakan baru ini berpotensi menambah waktu dwelling time.
“Arahan Menkeu terkait random check di jalur hijau bisa saja memberikan dampak pada perhitungan dwelling time,” jelas Indra, Selasa (30/9/2025).
Meski begitu, ia meyakini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menyiapkan langkah antisipasi agar tambahan waktu akibat pemeriksaan tetap terkendali. Menurutnya, tujuan utama kebijakan ini adalah meningkatkan kepatuhan importir. Bila kepatuhan meningkat, efisiensi bisa tercapai kembali bahkan lebih baik dibanding kondisi saat ini.
Mengapa Jalur Hijau Jadi Target?
Secara prinsip, jalur hijau diperuntukkan bagi importir dengan risiko rendah hingga sedang yang mengimpor barang berisiko rendah. Prosesnya cepat karena barang langsung mendapat Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) tanpa pemeriksaan fisik.
Namun, di balik kelonggaran ini, terdapat potensi penyalahgunaan. Beberapa importir bisa saja memanfaatkan jalur hijau untuk mengurangi pengawasan, sehingga risiko pelanggaran meningkat. Oleh sebab itu, Menkeu menilai pemeriksaan acak perlu dilakukan agar importir tidak bisa “bermain-main” dengan regulasi.
“Jalur ini biasanya tidak diperiksa. Sekarang kita randomize, sehari bisa 10 atau lebih, dites acak supaya tidak bisa main-main lagi,” tegas Purbaya.
Perbedaan dengan Jalur Merah
Untuk membandingkan, jalur merah justru sebaliknya: barang impor berisiko tinggi wajib melalui pemeriksaan dokumen sekaligus pemeriksaan fisik. Proses ini rata-rata bisa menambah dwelling time hingga 3,74 hari.
Namun, proporsi jalur merah relatif kecil. Data LNSW menunjukkan hanya 6,04% dari total dokumen impor (BC 2.0) yang masuk jalur merah. Hal ini membuat kontribusi dwelling time secara keseluruhan tetap rendah di angka 2,47 hari, dengan porsi customs clearance jalur hijau hanya 0,23 hari.
Kebijakan untuk Meningkatkan Penerimaan Negara
Selain aspek kepatuhan, kebijakan random check ini juga erat kaitannya dengan target penerimaan negara. Menkeu Purbaya menegaskan pemerintah ingin memperkuat pengawasan sejalan dengan meningkatnya target penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai.
Dengan pengawasan yang lebih ketat, pemerintah berharap potensi kebocoran penerimaan akibat manipulasi impor bisa ditekan. Pada akhirnya, hal ini akan mendukung stabilitas fiskal dan keuangan negara.
Dampak Jangka Panjang: Antara Efisiensi & Kepatuhan
Meski berpotensi menambah waktu dwelling time dalam jangka pendek, kebijakan ini diperkirakan akan menghasilkan efek positif dalam jangka panjang. Dengan adanya pemeriksaan acak, importir akan terdorong untuk lebih transparan dan patuh terhadap aturan.
Indra menegaskan LNSW siap mendukung Bea Cukai dalam menjalankan arahan Menkeu. Pihaknya juga akan terus memantau capaian dwelling time nasional agar proses impor tetap efisien.
“Apabila tingkat kepatuhan tercapai, dwelling time bisa kembali turun, bahkan lebih baik dari kondisi sekarang,” katanya optimistis.
Seimbang antara Pengawasan & Efisiensi
Rencana Menkeu Purbaya untuk menerapkan pemeriksaan fisik acak di jalur hijau menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tidak ingin ada celah dalam sistem impor. Meski ada kekhawatiran soal bertambahnya dwelling time, langkah ini dianggap perlu untuk menjaga kepatuhan, penerimaan negara, dan integritas sistem logistik nasional.
Tantangannya kini ada pada bagaimana Bea Cukai dan LNSW bisa menyeimbangkan pengawasan ketat dengan tetap menjaga kelancaran arus barang di pelabuhan. Jika berhasil, Indonesia bukan hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga memperkuat daya saing logistiknya di kawasan.