Home / Politik / Krisis Wibawa Hukum: Mengapa Kejaksaan Belum Eksekusi Relawan Jokowi yang Sudah Divonis?

Krisis Wibawa Hukum: Mengapa Kejaksaan Belum Eksekusi Relawan Jokowi yang Sudah Divonis?

eksekusi

Desakan publik makin menguat terhadap Kejaksaan untuk segera mengeksekusi Silfester Matutina, relawan Jokowi yang sudah divonis bersalah. Apakah hukum akan tunduk pada kekuasaan?

MonetaPost –  Sebuah kasus yang menyeret nama Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) dan juga dikenal sebagai relawan Presiden Joko Widodo, tengah menjadi sorotan tajam publik. Silfester telah diputus bersalah dalam perkara fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan vonis tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun hingga kini, proses eksekusi hukum belum juga dilakukan.

Pertanyaan besar pun mengemuka: mengapa Kejaksaan belum bergerak?

Ketika Hukum Tak Segera Bertindak

Menurut pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, kondisi ini mengindikasikan potensi erosi wibawa hukum negara. Ia menegaskan bahwa ketika putusan telah inkracht, maka tidak ada ruang lagi bagi banding atau kasasi. Artinya, proses hukum telah selesai, dan yang tersisa hanyalah pelaksanaan keputusan.

“Eksekusi itu bukan pilihan, melainkan kewajiban. Bila yang bersangkutan tidak menyerahkan diri, maka Kejaksaan wajib melakukan penjemputan paksa,” ujar Hudi dalam keterangannya.

Ia memperingatkan bahwa jika aparat hukum ragu-ragu menjalankan tugasnya hanya karena terpidana memiliki posisi atau kedekatan dengan penguasa, maka itu adalah bentuk nyata dari kemunduran penegakan hukum di Indonesia.

Mahfud MD: Perdamaian Tak Menghapus Vonis Pidana

Mantan Menko Polhukam dan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, turut angkat suara. Melalui akun X (dulu Twitter) miliknya, Mahfud menyatakan keheranannya atas klaim Silfester yang menyebut dirinya telah berdamai dengan Jusuf Kalla.

“Sejak kapan vonis pidana bisa diselesaikan dengan perdamaian? Kalau sudah inkracht, maka eksekusi adalah keharusan,” tulis Mahfud tegas.

Ia juga menyentil Kejaksaan yang memiliki Tim Tangkap Buronan (Tabur), yang terkenal aktif memburu pelaku kejahatan, bahkan sampai ke pelosok Papua. “Masa menangkap relawan Jokowi saja tidak bisa?” kritiknya tajam.

Pernyataan ini menggarisbawahi kekhawatiran masyarakat bahwa ada standar ganda dalam penegakan hukum, tergantung pada siapa pelakunya.

Kejaksaan: Eksekusi Akan Dilakukan, Tapi Kapan?

Dari pihak Kejaksaan Agung, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Anang Supriatna, menyampaikan bahwa Kejari Jakarta Selatan sudah menjadwalkan pemanggilan terhadap Silfester. Jika yang bersangkutan tidak hadir, maka akan dilakukan penahanan.

Namun hingga kini, belum ada kepastian waktu kapan eksekusi itu benar-benar dilakukan. Dan penundaan inilah yang memicu kecurigaan publik.

“Kalau tidak hadir ya silakan dilakukan tindakan eksekusi,” ujar Anang singkat.

Publik tentu berharap Kejaksaan tidak hanya menyampaikan janji, tapi benar-benar bergerak.

Silfester: “Saya Sudah Jalani Proses Hukum”

Sementara itu, Silfester sendiri bersikap tenang. Saat ditemui media di Polda Metro Jaya awal Agustus lalu, ia menyatakan tidak keberatan jika Kejaksaan menahan dirinya.

“Tidak ada masalah, saya sudah jalani proses hukum. Kita lihat saja nanti,” ucapnya.

Namun pernyataan itu menuai reaksi karena menimbulkan persepsi keliru tentang proses hukum pidana. Dalam hukum pidana Indonesia, proses peradilan yang telah selesai dan menghasilkan putusan final tidak bisa lagi “diselesaikan secara damai”, seperti dalam perkara perdata.

Negara Tak Boleh Takluk di Hadapan Terpidana

Pakar hukum Hudi Yusuf kembali menegaskan, negara harus menunjukkan taringnya, bukan mundur hanya karena yang bersangkutan memiliki posisi atau pengaruh politik. “Kalau hukum hanya tegas kepada rakyat kecil, tapi tumpul kepada yang punya koneksi, maka itu adalah bentuk ketidakadilan yang nyata,” tandasnya.

Ia pun menyarankan agar Kejari Jakarta Selatan tidak lagi menunda eksekusi, agar tidak menimbulkan kesan bahwa negara sedang dipermainkan oleh seorang terpidana.

Bukan Sekadar Eksekusi, Ini Soal Martabat Negara

Kasus Silfester bukan hanya tentang satu orang, tapi tentang seberapa serius negara dalam menjalankan hukum tanpa tebang pilih. Di tengah masyarakat yang semakin kritis dan melek hukum, publik tidak lagi mudah percaya pada narasi yang tidak didukung tindakan nyata.

Jika Kejaksaan benar-benar ingin menjaga marwah institusinya dan menegakkan supremasi hukum, maka eksekusi vonis ini harus segera dilakukan. Negara harus membuktikan bahwa hukum tetap berdiri tegak, tidak peduli siapa yang melanggarnya.

Eksekusi terhadap putusan inkracht bukan sekadar formalitas, tetapi juga simbol kekuatan dan keberpihakan negara kepada keadilan. Negara tidak boleh tunduk, apalagi dilecehkan, oleh terpidana.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *