Gibran Rakabuming Raka menanggapi pemecatannya dari PDIP dengan candaan. Ia dan Effendi Simbolon dipecat karena mendukung Prabowo-Gibran, bukan Ganjar-Mahfud. Gibran serukan rekonsiliasi dan dukungan penuh untuk pemerintahan baru.
MonetaPost – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi diberhentikan dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyusul langkah politiknya yang dianggap tidak lagi sejalan dengan arah partai. Nasib serupa dialami oleh politisi senior Effendi Simbolon. Keduanya dicoret dari keanggotaan partai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang menilai mereka telah keluar dari garis kebijakan partai, khususnya dalam pemilihan presiden 2024.
Berita ini menambah babak baru dalam dinamika politik nasional, terutama setelah kemenangan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilpres 2024, yang secara terang-terangan bertentangan dengan arah dukungan resmi PDIP yang mengusung pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD.
Candaan Gibran soal Pemecatan: Politik yang Dibalut Humor
Menariknya, Gibran tidak menanggapi pemecatan itu dengan emosional. Justru dalam forum Rapat Kerja Nasional Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) yang digelar di Jakarta pada Senin (7/7), ia menyampaikan candaan terkait surat pemecatan tersebut.
“Suratnya itu Pak Ketua itu nomor berapa? 26? Hah? 24? Saya nomor? Oh bisa berurutan gitu ya,” ujar Gibran yang langsung disambut tawa oleh para peserta acara.
Meskipun disampaikan dalam nada bercanda, pernyataan itu mencerminkan bagaimana Gibran memilih untuk menghadapi realitas politik yang keras dengan gaya komunikasinya yang khas—santai, tidak defensif, dan penuh sinyal simbolik.
Pengakuan atas Peran Effendi dalam Pemenangan Prabowo-Gibran
Dalam sambutannya, Gibran juga memberikan apresiasi terhadap peran Effendi Simbolon, yang menurutnya berkontribusi besar dalam mendukung pemenangan dirinya bersama Prabowo di Pilpres lalu. Ia menyebut Effendi sebagai “pejuang yang banyak berkorban” demi kesuksesan pasangan ini, walaupun hal tersebut berujung pada pemecatan dari partai.
“Karena pengorbanan Pak Ketua ini sungguh besar ya, sampai dipecat, ya mau enggak mau harus dukung program dari Pak Presiden,” ucap Gibran sambil menekankan pentingnya soliditas di antara para pendukung pemerintahan baru.
Ajakan untuk Move On dan Rekonsiliasi Politik
Dalam konteks yang lebih luas, Gibran mengajak semua pihak, termasuk keluarga besar Simbolon, untuk “move on” dari kontestasi Pilpres yang telah berlalu. Ia menegaskan pentingnya rekonsiliasi dan solidaritas demi mendukung program kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kita harus move on. Pilpres sudah selesai. Jangan sampai ada gesekan-gesekan di internal keluarga besar Simbolon, Pak Ketua,” serunya.
Seruan ini menggambarkan arah komunikasi politik Gibran pasca-pemilu: fokus pada stabilitas nasional, persatuan pasca-kontestasi, dan penyatuan langkah mendukung kebijakan pemerintahan yang kini ia emban sebagai Wakil Presiden.
Strategi Politik di Balik Candaan
Gaya Gibran yang mencampuradukkan humor dan pesan politik bukanlah hal baru. Ia dikenal mampu meredam tensi politik dengan pernyataan ringan namun bermakna. Dalam situasi seperti pemecatan dari partai besar seperti PDIP, candaan yang ia lontarkan bisa dibaca sebagai cara untuk mengontrol narasi publik—menunjukkan bahwa ia tetap tenang, tidak tersinggung, dan bahkan mengajak untuk berdamai.
Namun, di balik guyonan itu, ada pesan serius: bahwa ia kini telah sepenuhnya meninggalkan PDIP dan memilih haluan politik yang baru bersama Presiden Prabowo. Langkah ini juga sekaligus menjadi penegasan bahwa arah dukungan dan loyalitasnya kini terletak pada pemerintahan, bukan pada partai yang dulu menaunginya.
Perpecahan Internal PDIP dan Dampaknya ke Depan
Pemecatan Gibran dan Effendi menyiratkan perpecahan serius di tubuh PDIP pasca-pemilu. Gibran, sebagai putra Presiden Joko Widodo, sebelumnya merupakan simbol regenerasi dan kaderisasi internal PDIP. Namun, pencalonannya bersama Prabowo dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap garis partai.
Megawati, yang dikenal sangat disiplin terhadap garis politik partai, mengambil tindakan tegas. Namun, langkah ini berpotensi membuka ruang oposisi di kalangan internal, khususnya dari kader-kader yang mulai mempertimbangkan posisi politik mereka dalam lanskap baru pasca kemenangan Prabowo-Gibran.
Apa Selanjutnya bagi Gibran?
Pemecatan dari PDIP justru membuka peluang baru bagi Gibran untuk merintis jalur politik yang lebih independen. Dengan jabatan Wakil Presiden dan basis dukungan luas dari kalangan muda serta ormas-ormas yang mendukung Prabowo, Gibran kini berada pada posisi strategis untuk membentuk citra politik baru, terlepas dari bayang-bayang partai lama.
Dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin Gibran akan menjadi magnet bagi tokoh-tokoh muda lain yang merasa tidak lagi cocok dengan politik tua yang rigid. Rekam jejaknya sebagai mantan Wali Kota Solo dan kini sebagai wapres muda bisa menjadi fondasi bagi ambisi politik yang lebih besar di masa depan.
Pemecatan Gibran Rakabuming Raka dan Effendi Simbolon dari PDIP menjadi momen penting dalam pergeseran peta kekuatan politik Indonesia. Namun, alih-alih menjadi titik akhir, peristiwa ini justru menjadi awal dari konsolidasi kekuatan baru di sekitar pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dengan gaya komunikasinya yang ringan tapi tajam, Gibran menunjukkan bahwa dirinya bukan hanya sekadar pelengkap pasangan Prabowo, melainkan sosok strategis yang memahami cara memainkan politik masa kini: fleksibel, komunikatif, dan menghindari polarisasi berlebihan.
Satu hal yang pasti—panggung politik Indonesia akan semakin menarik dengan kehadiran Gibran di jalur yang kini tak lagi terikat oleh partai lamanya.
One Comment