DPR membentuk tim supervisi untuk mengawasi proyek penulisan ulang sejarah nasional. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyambut baik langkah ini sebagai bagian dari pengawasan demokratis yang melibatkan publik dan para sejarawan.
MonetaPost – Penulisan ulang sejarah Indonesia kini menjadi perhatian publik luas, menyusul kontroversi seputar isi dan proses penyusunannya. Dalam respons atas dinamika tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) melalui Komisi X mengambil langkah konkret dengan membentuk tim supervisi guna memastikan transparansi, akurasi, dan objektivitas dalam proyek strategis nasional ini.
Langkah ini disambut positif oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyatakan bahwa pengawasan dari DPR adalah bagian wajar dan konstruktif dalam sistem demokrasi.
“Ya bagus lah. Ini kan memang tugas DPR untuk melakukan supervisi, termasuk dari Komisi X,” ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Kontroversi dan Kebutuhan Revisi Sejarah
Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia, yang dicanangkan oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, pegiat sejarah, hingga masyarakat umum. Beberapa pihak menilai bahwa ada kecenderungan interpretasi yang tidak netral, bahkan politis.
Sebagai respons terhadap kritik tersebut, DPR turun tangan. Menurut Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, pembentukan tim supervisi ini telah melalui konsultasi dengan pimpinan DPR, termasuk Ketua DPR Puan Maharani.
“Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
Uji Publik Dimulai 20 Juli 2025
Kementerian Kebudayaan sendiri menyatakan kesiapannya untuk menggelar uji publik terhadap draft penulisan ulang sejarah nasional pada 20 Juli 2025. Uji publik ini diharapkan menjadi forum partisipatif untuk mengumpulkan masukan dari berbagai lapisan masyarakat.
“Kami akan melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan, termasuk sejarawan, akademisi, tokoh masyarakat, dan tentunya DPR yang memiliki fungsi pengawasan,” kata Fadli.
Langkah ini menunjukkan komitmen Kemenbud untuk menghindari penyusunan sejarah secara tertutup dan sepihak, serta membuka ruang dialog terbuka.
DPR, Akademisi, dan Publik Bersatu Awasi Sejarah Bangsa
Sejarah merupakan fondasi identitas nasional. Oleh sebab itu, penulisan ulang sejarah tidak bisa dilakukan secara terburu-buru dan tanpa kontrol. Dalam konteks inilah supervisi DPR menjadi krusial, tidak hanya sebagai pengawas kebijakan, tetapi juga sebagai penjaga netralitas dan integritas narasi sejarah bangsa.
Menurut Fadli Zon, DPR tidak hanya memiliki hak, tetapi juga kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa setiap produk kebijakan yang menyangkut pendidikan dan kebudayaan mencerminkan kepentingan publik secara adil dan faktual.
“Kita justru sangat senang dengan adanya pengawasan ini. Semakin banyak yang terlibat, semakin kuat validitasnya,” ujar Fadli.
Urgensi Supervisi dan Partisipasi Masyarakat
Dengan penulisan ulang sejarah yang akan digunakan dalam sistem pendidikan nasional dan menjadi referensi generasi mendatang, penting untuk memastikan bahwa isinya tidak sekadar “versi pemerintah” atau dibentuk oleh satu kepentingan politik.
Masyarakat berharap agar sejarah ditulis ulang dengan:
- Basis data faktual yang kuat
- Referensi dari berbagai sumber primer
- Sudut pandang yang netral dan seimbang
- Pengakuan atas keberagaman kontribusi dari berbagai daerah dan tokoh
Oleh karena itu, supervisi DPR diharapkan tidak hanya sebatas formalitas, tetapi benar-benar menjadi mekanisme kontrol demokratis yang mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Tantangan ke Depan: Menyatukan Perspektif
Salah satu tantangan terbesar dalam penulisan ulang sejarah adalah menyatukan beragam versi dan narasi lokal yang terkadang bertentangan. Peran DPR dan Kemenbud di sini sangat krusial sebagai fasilitator dialog antarkelompok dan penjaga integritas naskah sejarah nasional.
Jika berhasil, proyek ini bisa menjadi contoh keberhasilan sinergi antara pemerintah, legislatif, dan masyarakat sipil dalam membangun identitas bangsa yang inklusif dan reflektif.
Sejarah Harus Dimiliki Bersama
Inisiatif DPR membentuk tim supervisi adalah langkah positif untuk memastikan bahwa sejarah Indonesia ditulis bukan hanya oleh satu pihak, tetapi dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan supervisi terbuka, uji publik, dan keterlibatan luas, proyek ini bisa menjadi titik balik dalam pembentukan narasi sejarah nasional yang lebih jujur dan adil.
Fadli Zon, sebagai Menteri Kebudayaan, telah menunjukkan keterbukaan terhadap kritik dan kolaborasi, sesuatu yang patut diapresiasi dalam era demokrasi yang sehat.
One Comment