Home / Ekonomi / Burden Sharing BI, Purbaya Tegas Tolak Skema Ini, 3 Alasan Pemerintah Tak Akan Ulangi Lagi

Burden Sharing BI, Purbaya Tegas Tolak Skema Ini, 3 Alasan Pemerintah Tak Akan Ulangi Lagi

Burden Sharing

Pemerintah resmi menegaskan tidak akan lagi memakai skema burden sharing dengan Bank Indonesia. Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap 3 alasan utama mengapa kebijakan ini tidak akan diulang lagi setelah pandemi.

MonetaPost – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan lagi menggunakan skema burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) seperti yang diterapkan saat pandemi Covid-19. Menurutnya, kebijakan tersebut bersifat darurat dan tidak bisa dijadikan praktik normal dalam pengelolaan fiskal maupun moneter.

Kebijakan burden sharing diterapkan pada masa pandemi sebagai langkah luar biasa untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional ketika APBN berada di bawah tekanan berat. Pemerintah saat itu membutuhkan pendanaan besar untuk menanggulangi krisis kesehatan dan memulihkan ekonomi, sementara penerimaan pajak menurun tajam.

Melalui skema ini, Bank Indonesia membantu membiayai sebagian defisit APBN dengan membeli surat utang pemerintah secara langsung. Tujuannya sederhana: menurunkan biaya bunga utang dan menjaga likuiditas pasar keuangan agar tetap stabil di tengah guncangan global.

Namun, setelah kondisi ekonomi berangsur pulih, banyak ekonom menilai skema ini tidak boleh dijadikan alat kebijakan permanen. Sebab, burden sharing berpotensi mengaburkan batas antara kebijakan moneter dan fiskal yang seharusnya berjalan secara independen.

Pernyataan Tegas Purbaya Soal BI dan Fiskal

Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom pada Selasa (28/10/2025), Purbaya menyampaikan bahwa pemerintah tidak lagi berencana menggunakan skema burden sharing dengan BI dalam kebijakan fiskal ke depan.

“Kita dari istana gak pernah minta burden sharing sebetulnya, karena itu jelas langsung menghilangkan seolah batas antara fiskal dan moneter,” tegas Purbaya.

Ia menjelaskan bahwa koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter memang diperlukan, tetapi masing-masing harus bekerja sesuai fungsi dan mandatnya. Pemerintah akan tetap fokus menjaga disiplin fiskal, sementara Bank Indonesia diberi ruang untuk menjalankan kebijakan moneter secara independen.

“Biarkan moneter di pihak moneter jalan sendiri sesuai pakemnya. Saya akan jalan dengan pakem-pakem fiskal,” ujarnya menegaskan.

3 Alasan Pemerintah Tolak Burden Sharing

Purbaya menguraikan tiga alasan utama mengapa pemerintah tidak akan mengulang kebijakan burden sharing.

1. Hanya Berlaku untuk Krisis Ekstrem

Menurut Purbaya, burden sharing hanya wajar diterapkan saat situasi ekstrem seperti pandemi, di mana ekonomi menghadapi ancaman resesi global dan pasar keuangan kehilangan kepercayaan. Dalam kondisi normal, pendanaan APBN harus bersumber dari penerimaan pajak, pinjaman pasar, atau instrumen fiskal lainnya yang transparan.

2. Menjaga Independensi Bank Indonesia

Keterlibatan BI secara langsung dalam pembiayaan APBN dapat menimbulkan kesan bahwa bank sentral tidak lagi independen. Hal ini berpotensi mengurangi kredibilitas BI di mata pasar global dan memengaruhi persepsi investor terhadap stabilitas kebijakan moneter Indonesia.

3. Risiko Monetisasi Kebijakan Fiskal

Jika dilakukan terus-menerus, burden sharing bisa disalahartikan sebagai bentuk monetisasi defisit, yaitu BI seolah “mencetak uang” untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Kondisi ini berpotensi memicu inflasi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap nilai rupiah.

“Kalau kita jalankan burden sharing terus, seolah menggabungkan lagi pemerintah dengan bank sentral. Artinya bank sentral monetize kebijakan fiskal — itu yang gak boleh,” ujar Purbaya.

Risiko bagi Kredibilitas Kebijakan Moneter

Menurut pengamat dari CNBC Indonesia, penerapan burden sharing jangka panjang dapat merusak kredibilitas kebijakan moneter dan memicu kekhawatiran inflasi.
Investor global bisa menilai bahwa BI terlalu terlibat dalam pendanaan pemerintah, sehingga menimbulkan risiko terhadap stabilitas nilai tukar dan suku bunga.

Dalam jangka menengah, tekanan semacam ini dapat mempersempit ruang BI untuk mengendalikan inflasi. Akibatnya, bank sentral mungkin harus menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang direncanakan, yang berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, persepsi negatif dari investor bisa meningkatkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia, yang pada akhirnya memperberat beban bunga APBN di tahun-tahun mendatang.

Dampak terhadap Kebijakan Fiskal dan Pasar Keuangan

Dengan menolak burden sharing, pemerintah mengirim sinyal kuat bahwa Indonesia berkomitmen terhadap disiplin fiskal dan transparansi dalam pembiayaan negara.
Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan pasar dan menarik lebih banyak investasi asing ke pasar obligasi maupun pasar modal domestik.

Langkah ini juga memaksa pemerintah untuk lebih fokus pada optimalisasi penerimaan pajak, efisiensi belanja, dan reformasi fiskal jangka panjang.

“Saya sih semaksimal mungkin tidak akan memakai burden sharing itu. Biarkan moneter di pihak moneter jalan sendiri sesuai pakemnya,” tutur Purbaya.

Beberapa analis menilai keputusan ini akan membantu menjaga nilai rupiah tetap stabil, terutama di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan suku bunga tinggi The Fed dan gejolak geopolitik.

Pemerintah Fokus pada Disiplin Fiskal dan Transparansi

Penegasan Purbaya menjadi sinyal bahwa pemerintah sedang memperkuat kerangka kebijakan ekonomi jangka menengah. Tujuannya adalah memastikan bahwa fiskal dan moneter saling mendukung tanpa saling tumpang tindih.

Pemerintah juga berupaya meningkatkan kredibilitas di mata lembaga pemeringkat internasional seperti Moody’s dan Fitch Ratings, yang menilai disiplin fiskal sebagai faktor utama menjaga peringkat utang Indonesia tetap layak investasi (investment grade).

Dengan tidak lagi bergantung pada burden sharing, Indonesia menegaskan komitmennya terhadap prinsip good governance, transparansi, dan independensi moneter. Langkah ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi makro dan menarik kepercayaan investor global dalam jangka panjang.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *