Home / Ekonomi / Pendapatan Negara Anjlok! Ini Penjelasan Lengkap Sri Mulyani dan Strategi Pemulihannya

Pendapatan Negara Anjlok! Ini Penjelasan Lengkap Sri Mulyani dan Strategi Pemulihannya

Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap penyebab utama penurunan drastis penerimaan negara 2025, mulai dari harga komoditas hingga kebijakan fiskal. Apa strategi pemerintah untuk mengatasi krisis ini?

MonetaPost  – Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengumpulkan penerimaan negara di tahun fiskal 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa berbagai faktor eksternal dan internal turut berkontribusi terhadap anjloknya pendapatan, khususnya dari sektor pajak.

Dalam wawancara bersama Bloomberg TV pada Kamis (26/6/2025), Sri Mulyani menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama penurunan penerimaan negara adalah fluktuasi tajam harga komoditas global dalam dua tahun terakhir. Tahun 2022 dan 2023 merupakan periode puncak harga komoditas seperti batu bara, minyak sawit, dan nikel, yang menyebabkan perusahaan membayar pajak dalam jumlah besar.

Namun, pada tahun 2025, harga-harga tersebut telah turun signifikan. Akibatnya, sejumlah perusahaan mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak, karena proyeksi pendapatan mereka yang sebelumnya menggunakan asumsi harga tinggi kini tak sesuai dengan realitas pasar.

Data Penerimaan Negara Ada Di Bawah Target, Alami Kontraksi

Hingga 31 Mei 2025, Kementerian Keuangan mencatat bahwa realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 683,3 triliun, atau setara 31,2% dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terjadi kontraksi penerimaan sebesar 10,14%.

“Ini terjadi karena banyak perusahaan yang membayar lebih tinggi saat harga komoditas masih tinggi. Saat sekarang harga turun, mereka menyesuaikan dan mengajukan restitusi, sehingga berdampak negatif terhadap kas negara,” ujar Sri Mulyani.

Tantangan Tambahan Dan Kebijakan Pajak Tak Sesuai Target APBN

Tak hanya harga komoditas, ketidaksesuaian asumsi kebijakan fiskal dalam APBN 2025 turut memperparah situasi. Pemerintah sebelumnya memasukkan asumsi bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikkan menjadi 12%, namun kenyataannya, kebijakan tersebut belum diterapkan.

Ketidakterlaksanaan kenaikan PPN ini membuat target penerimaan pajak menjadi tidak realistis, terutama karena sektor konsumsi domestik belum pulih sepenuhnya akibat tekanan ekonomi global dan tingkat suku bunga tinggi.

Pengalihan PNBP Dividen BUMN Tidak Masuk Langsung ke Kas Negara

Masalah lainnya datang dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jika sebelumnya dividen BUMN menjadi bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kini sebagian besar alirannya dialihkan ke entitas bernama Danantara, sebuah holding pengelola aset BUMN.

“Ini juga menyebabkan penurunan langsung pada angka PNBP karena sebelumnya dividen ini masuk ke kas negara,” tambah Menkeu.

Strategi Pemerintah Gugus Tugas Pajak hingga Perpajakan Digital

Untuk mengantisipasi pelemahan pendapatan, pemerintah telah menyusun langkah-langkah pemulihan. Sri Mulyani menyatakan bahwa gugus tugas khusus telah dibentuk dengan mandat untuk mengejar potensi penerimaan dari:

  • Penegakan hukum pajak

  • Kebocoran perpajakan

  • Ketidakpatuhan wajib pajak

Selain itu, pemerintah juga mulai menelusuri potensi dari ekonomi digital. Menkeu menegaskan bahwa saat ini, platform digital menjadi perhatian utama karena pertumbuhannya yang pesat namun kontribusinya terhadap pajak masih tergolong rendah.

“Semua hal ini sedang kami teliti lebih detail. Kami juga sedang merancang regulasi perpajakan digital yang mampu menjangkau transaksi lintas platform secara adil dan efisien,” tegasnya.

Peran Ekonomi Digital dalam Reformasi Fiskal

Ekonomi digital, yang mencakup e-commerce, content creator, layanan fintech, dan platform digital lainnya, berpotensi menjadi sumber baru penerimaan negara. Pemerintah tengah mengembangkan kerangka regulasi untuk memastikan bahwa setiap pelaku ekonomi digital berkontribusi secara proporsional terhadap sistem perpajakan nasional.

Langkah ini dinilai strategis karena bisa membuka basis pajak baru yang tidak terlalu terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas global.

APBN 2025 Diuji, Pemerintah Tak Tinggal Diam

Penurunan drastis penerimaan negara tahun ini menjadi peringatan serius bagi pengelolaan fiskal nasional. Meskipun berbagai tekanan datang secara bersamaan—dari restitusi pajak, batalnya kenaikan PPN, hingga pengalihan PNBP BUMN—pemerintah tampak sigap dalam merespons.

Upaya untuk memperluas basis pajak, mengejar kepatuhan, dan mengoptimalkan ekonomi digital menjadi fondasi pemulihan yang realistis. Tantangannya kini adalah eksekusi dan pengawasan. Tanpa itu, APBN bisa menghadapi tekanan lebih besar di paruh kedua 2025.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *