Home / Ekonomi / Pemerintah Tawarkan Rumah Subsidi 18 Meter: Pilihan Fleksibel untuk MBR di Kota

Pemerintah Tawarkan Rumah Subsidi 18 Meter: Pilihan Fleksibel untuk MBR di Kota

Rumah Subsidi

Kebijakan baru pemerintah soal rumah subsidi hadirkan ukuran lebih kecil, mulai dari 18 m². Memberi fleksibilitas pilihan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.


Rumah Subsidi Diperkecil Jadi 18 Meter Persegi: Pemerintah Dorong Pilihan Fleksibel untuk Masyarakat

Pemerintah tengah menyusun ulang kebijakan perumahan subsidi dengan menghadirkan inovasi yang dinilai lebih adaptif terhadap kebutuhan masyarakat modern. Salah satu langkah paling mencolok yang diambil adalah pengurangan ukuran minimum rumah subsidi menjadi 18 meter persegi untuk bangunan, serta 25 meter persegi untuk luas tanah.

Kebijakan ini digagas langsung oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP),Maruarar Sirait, yang meyakini bahwa fleksibilitas ukuran akan membuka pasar yang lebih luas dan menjangkau masyarakat dengan pendapatan rendah (MBR) secara lebih merata.

Bukan Sekadar Mengecilkan Ukuran, Tapi Menyesuaikan Kebutuhan

Ara menjelaskan bahwa langkah ini bukan hanya sekadar mengecilkan ukuran rumah, melainkan menyesuaikannya dengan realitas kebutuhan masyarakat perkotaan, khususnya para pekerja muda dan keluarga kecil yang membutuhkan hunian layak namun terjangkau. Dengan adanya berbagai pilihan ukuran rumah subsidi, masyarakat akan lebih bebas menentukan hunian sesuai kemampuan finansial maupun gaya hidup.

“Rakyat itu perlu pilihan. Ada yang ingin satu kamar, ada yang butuh dua kamar, bahkan ada yang cocok dengan tipe single. Kalau pilihannya kaku, pasar pun sempit,” ujarnya di Jakarta.

Menurutnya, perubahan ini merupakan bukti bahwa pemerintah bersikap adaptif. Hal-hal yang sebelumnya bersifat tetap, kini bisa dimodifikasi untuk menjawab tantangan zaman. Termasuk di dalamnya adalah pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya harus dibayar, kini digratiskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

“Dulu BPHTB bayar, sekarang gratis. Artinya aturan bisa berubah kalau memang dibutuhkan rakyat,” kata Ara dengan penuh keyakinan.

Rumah Tapak atau Vertikal? Masih dalam Kajian

Lebih lanjut, Ara mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya masih menggodok konsep final mengenai bentuk dari rumah subsidi ini. Pilihannya ada dua: apakah akan dibangun secara tapak (horizontal) atau dibuat dalam bentuk vertikal seperti rumah susun.

Menurutnya, diskusi dengan para pemangku kepentingan dari sektor konstruksi, perencanaan tata kota, dan pengembang perumahan masih terus berlangsung untuk menentukan bentuk terbaik yang bisa diaplikasikan di kawasan perkotaan padat.

“Kita juga sedang pertimbangkan apakah semua rumah subsidi ini dibuat tapak atau ada juga yang dibangun ke atas. Kita ingin keputusan yang terbaik, sesuai konteks wilayah,” jelasnya.

Menyasar Kawasan Perkotaan dan Pekerja Muda

Rumah subsidi dengan ukuran minimal 18 meter persegi ini secara khusus akan menyasar daerah perkotaan. Fokus utamanya adalah memberikan solusi nyata bagi para pekerja aktif, terutama generasi muda yang kini semakin kesulitan membeli rumah di tengah lonjakan harga properti.

Dengan harga yang lebih terjangkau dan skema subsidi yang mendukung, diharapkan kebijakan ini bisa menjadi jalan keluar dari krisis keterjangkauan hunian yang selama ini menjadi masalah utama di kota-kota besar.

Selain itu, hunian dengan ukuran minimalis ini dianggap mampu menjadi alternatif strategis di tengah keterbatasan lahan perkotaan, tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan fungsi dasar dari sebuah rumah tinggal.

Rancangan Kebijakan: Fleksibel, Inklusif, dan Progresif

Draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang tengah disusun menjadi landasan hukum dari rencana perubahan ini. Dalam draf tersebut dijelaskan bahwa rumah subsidi tipe tapak akan memiliki variasi luas tanah dari 25 meter persegi hingga 200 meter persegi, sementara luas bangunan mulai dari 18 hingga 36 meter persegi.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa pemerintah membuka ruang fleksibilitas yang besar dalam implementasi kebijakan ini. Tidak hanya terpaku pada satu ukuran, melainkan memberikan spektrum pilihan yang bisa disesuaikan dengan kondisi daerah, kemampuan pengembang, serta kebutuhan masyarakat penerima manfaat.

Langkah ini juga mencerminkan semangat reformasi dalam pendekatan kebijakan perumahan nasional. Tidak lagi satu ukuran untuk semua, melainkan disesuaikan dengan realitas sosial dan ekonomi masyarakat saat ini.

Menuju Hunian yang Terjangkau dan Manusiawi

Meskipun rumah dengan ukuran 18 meter persegi terdengar kecil bagi sebagian orang, pemerintah memastikan bahwa standar kelayakan hidup tetap dijaga. Rancangan desain rumah akan memperhatikan efisiensi ruang, pencahayaan, sirkulasi udara, dan kebutuhan dasar rumah tangga.

Kementerian juga akan menggandeng arsitek dan desainer lokal untuk merancang rumah subsidi yang tidak hanya murah, tetapi juga nyaman dan manusiawi untuk ditinggali. Ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan keadilan ruang di tengah tantangan urbanisasi dan ketimpangan kepemilikan properti.

 Inovasi Kebijakan Demi Masa Depan Hunian yang Inklusif

Kebijakan pengurangan ukuran rumah subsidi menjadi 18 meter persegi menunjukkan langkah progresif pemerintah dalam membangun sistem perumahan yang lebih fleksibel, terjangkau, dan inklusif. Di tengah keterbatasan lahan dan tingginya harga properti, langkah ini diharapkan bisa membuka peluang lebih luas bagi masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.

Maruarar Sirait menegaskan bahwa perubahan bukan hal yang menakutkan, melainkan suatu keniscayaan jika ingin menjawab tantangan zaman. Rumah subsidi kini bukan hanya program bantuan, tetapi juga simbol inovasi kebijakan publik yang adaptif dan berpihak pada rakyat kecil.

Dengan hadirnya berbagai tipe rumah, masyarakat kini tidak hanya diberi tempat tinggal, tetapi juga diberikan pilihan, martabat, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Tagged:

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *