Home / Ekonomi / Dana Judi Online Bocor 70% ke Luar Negeri, Ekonomi RI Kehilangan Peluang Triliunan

Dana Judi Online Bocor 70% ke Luar Negeri, Ekonomi RI Kehilangan Peluang Triliunan

Judi Online

Mayoritas dana judi online di Indonesia justru mengalir ke luar negeri, menghapus potensi pertumbuhan ekonomi. Simak analisis lengkap, data, dan langkah pencegahannya.

MonetaPost –  Fenomena judi online di Indonesia kini memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data resmi, 70% perputaran dananya justru mengalir keluar negeri, meninggalkan kerugian ekonomi yang signifikan dan menghapus potensi manfaat bagi perekonomian nasional.

Masalah ini tidak berdiri sendiri. Selain menggerus pertumbuhan ekonomi, judi online juga menciptakan masalah sosial, memicu praktik jual beli rekening, hingga menimbulkan gangguan stabilitas keuangan.

Multiplayer Effect yang Hilang dari Ekonomi Lokal

Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mencatat bahwa dana yang tersedot ke judi online tidak memberi manfaat ganda bagi perekonomian. Seharusnya, uang yang dibelanjakan masyarakat bisa memicu efek pengganda—mendorong konsumsi, investasi, dan pertumbuhan usaha lokal.

Namun, kenyataannya berbeda. Firman Hidayat, anggota DEN, mengungkap bahwa pada 2024 judi online memangkas sekitar 0,3% laju pertumbuhan ekonomi nasional. Jika tidak ada kebocoran ini, pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang berada di angka 5% bisa menyentuh 5,3%.

“Angka 0,3% itu terlihat kecil, tetapi bagi target ekonomi nasional, nilainya sangat berarti,” ujar Firman.

Studi Internasional Ungkap Dampak Konsumsi untuk Judi

Fenomena ini bukan hanya milik Indonesia. Sebuah riset di Brasil menunjukkan pengeluaran rumah tangga untuk judi meningkat hingga 19,9% dari pendapatan—dua kali lipat dari sebelumnya. Dampaknya, pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan obat-obatan menurun dari 63% menjadi 57%.

PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) memperkuat temuan tersebut dengan data mengejutkan: Rp927 triliun dana judi online berputar di Indonesia hingga Kuartal I 2025. Ironisnya, sekitar 70% dari jumlah itu keluar negeri, menghapus peluang ekonomi dalam negeri dan membuat multiplier effect menjadi nol.

Kasus serupa juga terjadi di Hong Kong dan Afrika Selatan, yang kehilangan potensi pajak hingga miliaran dolar akibat arus dana keluar negeri dari industri judi.

Siapa Saja yang Paling Terpengaruh?

Riset independen Katadata Insight Center (KIC) menemukan bahwa mayoritas pemain judi online di Indonesia berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Sebanyak 71% pemain memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, sementara 15% lainnya berada di kisaran Rp5 juta–Rp10 juta.

Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku judi online adalah masyarakat dengan daya tahan ekonomi yang rapuh, yang justru semakin terjebak dalam siklus kerugian.

Rekening Dormant Jadi Jalur Utama Perputaran Dana

Salah satu jalur yang sering dimanfaatkan sindikat judi online adalah rekening dormant—rekening bank yang tidak aktif selama enam bulan berturut-turut. Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Hery Gunardi, menjelaskan bahwa rekening jenis ini rentan disalahgunakan untuk menampung dana ilegal.

Praktik jual beli rekening semakin marak karena iming-iming uang cepat, tanpa disadari pemilik rekening bisa terjerat masalah hukum, kehilangan privasi data, dan mendapatkan skor kredit buruk.

PPATK: 1,5 Juta Rekening Terindikasi Tindak Pidana

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa pihaknya memantau 1,5 juta rekening yang terindikasi terlibat tindak pidana, termasuk judi online. Dari jumlah tersebut, 150 ribu rekening adalah rekening nominee, yakni rekening yang dipakai pihak lain selain pemilik asli.

Lebih dari 50 ribu di antaranya sebelumnya berstatus dormant sebelum menerima aliran dana ilegal. Sebagai langkah tegas, PPATK memberlakukan penghentian sementara transaksi pada rekening dorman, yang terbukti menurunkan nilai transaksi judi online hingga 72% pada Semester I 2025 dibanding tahun sebelumnya.

Ivan menegaskan bahwa pembekuan rekening dilakukan sesuai prosedur hukum dan bukan bentuk perampasan dana nasabah.

Dampak Sosial: Perceraian, Depresi, dan Kriminalitas

Kerugian ekonomi hanyalah salah satu sisi. Judi online juga meninggalkan jejak sosial yang meresahkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lonjakan 83,8% kasus perceraian akibat judi pada 2024, baik daring maupun luring, dengan total 2.889 perkara.

Penelitian internasional pun mengonfirmasi risiko ini. Di Hong Kong, 20% penjudi yang kecanduan pernah berpikir untuk bunuh diri, sementara 62% mengalami penurunan produktivitas. Di Amerika Serikat, peluang pelaku judi muda terlibat kriminal meningkat dari 15% menjadi 27,5% seiring besarnya kerugian yang dialami.

Langkah Strategis Menuju Indonesia Emas 2045

Menghadapi masalah ini, sejumlah langkah strategis harus diambil pemerintah dan masyarakat, antara lain:

  1. Memperkuat regulasi perbankan untuk memutus arus dana ke operator judi luar negeri.

  2. Meningkatkan literasi keuangan agar masyarakat tidak tergoda iming-iming judi.

  3. Menindak tegas sindikat jual beli rekening dan pelaku perbankan yang lalai.

  4. Mengintensifkan kerja sama lintas sektor antara PPATK, perbankan, dan aparat penegak hukum.

Firman Hidayat menegaskan, dana yang terselamatkan dari judi online dapat menjadi modal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, jika diarahkan pada sektor produktif.

Kebocoran dana judi online ke luar negeri bukan sekadar masalah kriminal, tetapi ancaman serius bagi perekonomian dan kesejahteraan sosial. Dengan menguatkan pengawasan, menegakkan hukum, dan mengedukasi publik, Indonesia berpeluang menghentikan kebocoran ini dan menjaga agar potensi ekonomi tidak terus menguap ke negara lain.

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *