Penetapan Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober menuai reaksi dari PDIP karena bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo. Aria Bima menyebut Prabowo tak akan suka jika kebudayaan dikaitkan dengan hari lahirnya.
MonetaPost – Penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN) oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah memicu perdebatan di ruang publik. Tanggal tersebut dinilai sarat simbol, karena bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melalui kader seniornya, Aria Bima, secara tegas meminta agar penetapan hari nasional tersebut tidak dikaitkan dengan momen pribadi Presiden.
PDIP: Jangan Reduksi Makna Kebudayaan
Dalam pernyataannya kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025), Aria Bima menyampaikan kekhawatiran bahwa penetapan HKN bisa menimbulkan kesan politis bila dikaitkan dengan hari kelahiran presiden.
“Jangan disimplifikasi, jangan terlalu dikecilkan, dikerdilkan dengan hal yang terkait dengan persamaan dengan hari lahirnya Pak Prabowo,” tegasnya.
Menurut Aria, kebudayaan adalah pilar utama dalam membangun peradaban bangsa yang seharusnya berdiri di atas fondasi sejarah, filosofi, dan nilai universal, bukan pada momen individu.
Prabowo Dinilai Tidak Akan Suka
Lebih lanjut, Aria menyampaikan keyakinannya bahwa Presiden Prabowo Subianto sendiri tidak akan nyaman jika hari kelahirannya dijadikan simbolisasi dalam penetapan hari besar nasional.
“Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau hari kelahirannya kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti Hari Kebudayaan,” jelas Aria.
Sebagai sosok yang telah lama malang melintang di dunia militer dan politik, Prabowo diyakini memiliki kesadaran tinggi sebagai negarawan. Aria menilai Presiden pasti memahami bahwa kebudayaan adalah milik seluruh bangsa, bukan pantulan dari figur personal.
Apresiasi Terhadap Langkah Fadli Zon
Meski mengkritik pemilihan tanggal, Aria Bima tetap memberikan apresiasi kepada Menteri Fadli Zon atas inisiatif menetapkan Hari Kebudayaan Nasional. Baginya, penetapan hari khusus untuk budaya adalah langkah penting untuk menguatkan jati diri bangsa di tengah dinamika politik dan ekonomi global.
“Hari Kebudayaan kita apresiasi. Jangan hanya fokus ke politik dan ekonomi. Kebudayaan adalah akar, ada seni, nilai, bahkan spiritualitas bangsa,” ujarnya.
Penjelasan Fadli Zon: Bukan Soal Ulang Tahun
Menanggapi kritik tersebut, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa pemilihan tanggal 17 Oktober bukan karena bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo, melainkan merujuk pada tonggak sejarah nasional.
Fadli mengungkapkan, tanggal itu diambil dari momen ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951, yang mengesahkan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia, lengkap dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
“Tanggal itu adalah momen penting dalam sejarah bangsa. PP No. 66 Tahun 1951 menetapkan lambang negara dan filosofi dasar kita sebagai bangsa majemuk,” tegas Fadli Zon.
Bhinneka Tunggal Ika: Simbol Persatuan dan Kebudayaan
Menurut Fadli, filosofi Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya semboyan, tapi representasi dari keragaman budaya Indonesia yang bersatu dalam satu kesatuan. Ia menegaskan bahwa Hari Kebudayaan Nasional adalah momentum untuk memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya pelestarian budaya di tengah arus globalisasi.
“Bhinneka Tunggal Ika mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan. Kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai luhur ini sebagai bagian dari pembangunan nasional,” tambahnya.
Kritik dan Simbolisme: Masalah Tafsir Publik
Penetapan tanggal nasional yang bertepatan dengan ulang tahun tokoh besar memang rentan ditafsirkan politis, apalagi dalam iklim demokrasi seperti Indonesia. Kendati niat awalnya berdasarkan sejarah, waktu pengumuman dan konteks politik kerap menjadi bahan spekulasi.
Bagi publik, transparansi dan komunikasi yang efektif dari pemerintah menjadi penting untuk mencegah distorsi makna dan potensi polarisasi. Aria Bima dan PDIP mengingatkan agar simbol kebudayaan tidak dicampur dengan loyalitas personal.
Kebudayaan Adalah Hak Kolektif Bangsa
Terlepas dari perdebatan tanggal, penetapan Hari Kebudayaan Nasional adalah langkah strategis yang sangat dibutuhkan. Di tengah derasnya arus modernisasi dan teknologi, Indonesia membutuhkan ruang untuk memperkuat akar budayanya.
Hari Kebudayaan Nasional harus dijadikan momentum untuk:
-
Mendorong pelestarian kesenian tradisional
-
Memajukan pendidikan berbasis budaya
-
Melibatkan generasi muda dalam warisan budaya lokal
-
Membangun identitas bangsa yang tangguh dan inklusif
Jadikan HKN Simbol Persatuan, Bukan Kontroversi
Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional seharusnya menjadi ruang refleksi kolektif, bukan perdebatan berkepanjangan soal simbolisme politik. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan bernuansa budaya tidak menimbulkan kesan politisasi atau personifikasi simbol negara.
Semua elemen bangsa, termasuk oposisi politik, akademisi, seniman, dan masyarakat umum, diharapkan dapat bersinergi menjaga warisan budaya Indonesia—tanpa dikaburkan oleh tafsir yang mengarah pada pengultusan individu.