PT Pan Brothers Tbk (PBRX) mencatat penurunan penjualan 45% pada 2024 akibat keterbatasan modal kerja. Meski demikian, perusahaan menerapkan strategi konservatif untuk menjaga efisiensi dan kualitas pengiriman di tengah restrukturisasi.
MonetaPost – PT Pan Brothers Tbk (PBRX), salah satu pemain besar di industri tekstil Indonesia, tengah menghadapi tantangan signifikan dalam menjaga performa keuangan dan operasionalnya. Sepanjang tahun 2024, perusahaan mencatat penurunan pendapatan yang cukup tajam, mencapai 45% dibanding tahun sebelumnya.
Namun, penurunan ini bukan disebabkan oleh lemahnya permintaan pasar global, melainkan keputusan strategis internal perusahaan yang membatasi volume produksi demi menjaga efisiensi operasional akibat keterbatasan modal kerja.
Pendapatan Turun Drastis, Bukan Karena Permintaan Pasar
Menurut laporan keuangan perusahaan, PBRX membukukan pendapatan sebesar US$319 juta sepanjang tahun 2024, jauh lebih rendah dibanding US$581 juta yang diraih pada tahun 2023. Penurunan ini terjadi saat perusahaan menjalani tahun pertama dari proses homologasi pasca PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
Anne Patricia Sutanto, Vice President Director PBRX, menjelaskan bahwa perusahaan sengaja menahan ekspansi penjualan demi menghindari tekanan biaya logistik yang sempat menekan margin tahun sebelumnya.
“Karena modal kerja kita terbatas, otomatis kita juga tidak bisa mengambil pesanan sebanyak-banyaknya. Kalau dipaksakan, kejadiannya seperti 2023, terkena biaya air freight yang tinggi,” ujarnya saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS), Kamis (19/6/2025).
Strategi Konservatif: Fokus pada Efisiensi & Kualitas
Pada 2023, PBRX mengalami tekanan besar dari biaya logistik udara yang melonjak akibat keterlambatan pengiriman. Belajar dari pengalaman tersebut, perusahaan kini lebih selektif dalam menerima order, memastikan seluruh produksi bisa dikirim tepat waktu dan dengan kualitas optimal.
Meskipun pendapatan mengalami penurunan drastis, Anne menekankan bahwa kinerja operasional tetap terjaga.
“Revenue memang turun, tapi KPI kami 100%: tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat jumlah,” tegasnya.
PBRX menerapkan pendekatan yang menekankan keseimbangan antara volume dan kapasitas produksi untuk memastikan bahwa semua order yang diterima bisa dipenuhi dengan optimal tanpa membebani modal kerja.
Tidak Pasang Target Pertumbuhan, Fokus Stabilitas 2025
Memasuki tahun 2025, perusahaan memilih bersikap konservatif dalam menyusun rencana bisnis. Tidak ada target agresif yang dipatok, mengingat perusahaan baru saja memasuki tahap awal dari restrukturisasi pasca PKPU.
“Tahun ini dibanding tahun lalu nggak akan berubah. Kita stabil atau cenderung agak turun malahan,” ujar Anne, sambil menyebut bahwa daya beli di Amerika Serikat masih belum pulih sepenuhnya.
Ia menyebutkan adanya potensi penurunan penjualan hingga 10% dibandingkan tahun 2024. Meski begitu, kapasitas produksi PBRX telah terisi penuh hingga akhir tahun, menandakan bahwa permintaan tetap ada, namun perusahaan memilih untuk tidak terlalu agresif mengejar pertumbuhan.
“Kita mengharapkan revenue sama dengan tahun lalu. Tapi karena ada ‘liberation day’ dari pemerintah AS, kita lebih hati-hati supaya spare cash juga aman,” katanya, mengacu pada strategi untuk menjaga likuiditas tetap stabil.
Proyeksi Jangka Pendek: Bertahan Dulu, Tumbuh Kemudian
Situasi yang dihadapi PBRX saat ini mencerminkan realitas dunia usaha pasca restrukturisasi. Setelah melewati proses PKPU, perusahaan harus fokus pada pemulihan fundamental, bukan mengejar pertumbuhan instan. Dalam konteks ini, pendekatan konservatif yang diambil menunjukkan kehati-hatian dan manajemen risiko yang bijaksana.
Dengan langkah yang tepat—memilih order secara selektif, menjaga efisiensi logistik, serta mempertahankan kualitas produksi—PBRX berpotensi memperkuat kembali posisinya di pasar ekspor begitu kondisi modal kerja membaik.
Tantangan dan Peluang
Beberapa tantangan utama yang masih dihadapi PBRX antara lain:
-
Keterbatasan akses modal kerja baru
-
Fluktuasi biaya logistik internasional
-
Daya beli yang lemah di pasar utama (terutama AS)
-
Persaingan harga dari manufaktur tekstil luar negeri
Namun di sisi lain, peluang tetap terbuka lebar:
-
Order tetap tinggi, menandakan produk PBRX masih diminati
-
Manajemen operasional membaik, didukung KPI yang kembali ke 100%
-
Kapasitas produksi terisi penuh hingga akhir 2025, menjadi penanda bahwa permintaan tidak lesu
Strategi Bertahan yang Rasional
Keputusan PBRX untuk tidak memaksakan ekspansi di tengah keterbatasan modal adalah bentuk strategi bertahan yang rasional. Dalam fase awal pemulihan pasca restrukturisasi, fokus pada efisiensi, likuiditas, dan stabilitas operasional adalah kunci utama untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
Jika perusahaan berhasil menjaga ritme operasional seperti sekarang sambil secara perlahan memperbaiki struktur permodalannya, peluang untuk kembali ke jalur pertumbuhan dalam beberapa tahun mendatang sangat terbuka.
One Comment